"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan...."

Minggu, 19 Agustus 2001

Ketika Allah berkata “TIDAK”

Ya Allah ambillah kesombongan dari diriku
Allah berkata “ Tidak, bukan aku yang mengambil, tapi kau yang harus menyerahkannya”

Ya Allah sempuranakan kekurangan diriku
Allah berkata “ Tidak, jiwamu telah sempurna, tubuhmu hanyalah sementara”

Ya Allah beri aku kesabaran
Allah berkata “ Tidak, kesabaran didapat dari ketabahan dalam menghadapi cobaan, tidak diberikan kau harus meraihnya”

Ya Allah beri aku kebahagiaan
Allah berkata “ Tidak, kuberi keberkahan, kebahagiaan tergantung kepada dirimu sendiri untuk menghargai keberkahaan itu”

Ya Allah jauhkan aku dari kesusahan
Allah berkata “ Tidak, penderitaan menjauhkanmu dari jeratan duniawi dan mendekatkan mu pada-Ku”

Ya Allah beri aku segala hal yang menjadikan hidup ini nikmat
Allah berkata “ Tidak, namun aku memberimu hidup untuk menikmati segala hal”

Ya Allah Bantu aku utuk mencintai orang lain, sebesar cinta-Mu kepadaku
Allah berkata “ Akhirnya kau mengerti !”

(dari sumber lain)

Senin, 13 Agustus 2001

Nasi Telor Keju Special

Bahan:

500 gram nasi
6 sdm margarin
½ sdt garam
½ sdt merica
3 butir telur ayam
1 potong dada ayam, goreng, suwir-suwir
2 buah sosis sapi, potong 2, kerat bagian atasnya bentuk bunga, goreng
1 buah paprika, potong dadu
75 gram keju cheddar parut

Cara Membuat :

Panaskan margarin, masukkan nasi, garam dan merica bubuk. Aduk rata. Tambahkan telur. Aduk sampai telur matang dan menggumpal.
Masukkan ayam suwir, sosis, paprika dan keju, aduk rata. Masak sampai matang. Angkat. Sajikan hangat dengan kerupuk udang.

Untuk 4 porsi

Kamis, 01 Februari 2001

AKU MILIK SUAMIKU DAN SUAMIKU MILIK IBUNYA


Seburuk apapun mertua.. aku selalu ingat bahwa..
Dia..adalah wanita yang mengandung suamiku dalam kepayahan selama 9 bulan..
Dia..adalah wanita yang air susunya menjadi makanan pertama bagi suamiku..
Dia..adalah wanita yg mendidik dan membesarkan suamiku, yg mngajarkan kepada suamiku akhlaq sehingga aku nyaman di sisi suamiku.
Aku..ga pernah keluar uang sepeserpun untuk menyekolahkan suamiku.. hingga ia dapat ijazah, yg sekarang ijazah itu ia gunakan untuk mencari nafkah..untuk menafkahi aku!!
Aku..ga sedikitpun mendidik suamiku hingga kini ia jadi pria yg penuh tanggungjawab.. dan aku merasakan bahagia menjadi istrinya.
Setelah pengorbanannya yg bertubi tubi.. anak laki lakinya menikah denganku.. dia bagi kasih sayang anaknya denganku..
Cemburu?? Pasti dia cemburu..aku wanita asing, yg kini selalu disayang2 oleh anak laki lakinya..
Harta anak laki lakinya tercurah untuk kunikmati..padahal ia yg melahirkan..membesarkan dan mendidik..
Aku memahami cemburu itu.. walau aku pun merasakan cemburu ketika suamiku lebih memihak mertuaku..
Aku bukan malaikat yg ga pernah jengkel dengan mertuaku,, dan mertuaku pun bukan malaikat yg selalu kubela.
Adakalanya aku marah..cemburu dan sakit hati,,
Namun aku ingat semua jasanya pada suamiku.. jasa yg sampai akhir hayatpun aku ngga akan mampu membayarnya..
Pada ujung tangisku.. terngiang nasehat ibundaku tercinta..
"Nak.. dukunglah suamimu utuk berbakti pada ibunya.. jangan suruh ia memilih antara kau dan ibunya.
Karena.. kelak kau akan merasakan bagaimana sakitnya diperlakukan seperti itu oleh anak laki lakimu..
Apa yg kau lakukan pada mertuamu..akan dilakukan pula oleh menantumu.. segala sesuatu pasti ada timbal baliknya"..
Dan tangisku makin deras..
Oh suamiku.. bahagiakanlah org tuamu semampumu..
Semoga kelak anak2 kita pun membahagiakan kita, sebagai balasan baktimu pd orang tuamu.
Mumpung mereka masih hidup.. belum tentu pula mereka masih bisa ngrepotin kita 10th ke depan.
Tidak lama.. tapi balasannya adalah syurga

aamiin.....mudah-mudahan kita bisa menjadi istri yang sholehah........

Dikutip dari facebook seorang teman

Senin, 01 Januari 2001

SIKAP DAN TANGGUNG JAWAB


”Ze ren gan “
Dikisahkan, sebuah keluarga mempunyai anak semata wayang. Ayah dan ibu sibuk bekerja dan cenderung memanjakan si anak dengan berbagai fasilitas. Hal tersebut membuat si anak tumbuh menjadi anak yang manja, malas, dan pandai berdalih untuk menghindari segala macam tanggung jawab.
Setiap kali si ibu menyuruh membersihkan kamar atau sepatunya sendiri, ia dengan segera menjawab, "Aaaah… Ibu. Kan, ada si Bibi yang bisa mengerjakan semua itu. Lagian, untuk apa dibersihkan, toh nanti kotor lagi." Demikian pula jika diminta untuk membantu membersihkan rumah atau tugas lain saat si pembantu pulang. Anak itu selalu berdalih dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal.
Ayah dan ibu sangat kecewa dan sedih melihat kelakuan anak tunggal mereka. Walaupun tahu bahwa seringnya memanjakan anaklah yang menjadi penyebab sang anak berbuat demikian. Mereka berpikir keras, bagaimana cara merubah sikap si anak? Mereka pun berniat memberi pelajaran kepada anak tersebut.
Suatu hari, atas kesepakatan bersama, uang saku yang rutin diterima setiap hari, pagi itu tidak diberikan. Si anak pun segera protes dengan kata-kata kasar, "Mengapa Papa tidak memberiku uang saku? Mau aku mati kelaparan di sekolah, ya?"
Sambil tersenyum si ayah menjawab, "Untuk apa uang saku, toh nanti habis lagi?"
Demikian pula saat sarapan pagi, dia duduk di meja makan tetapi tidak ada makanan yang tersedia. Anak itu pun kembali berteriak protes, "Ma, lapar nih. Mana makanannya? Aku buru-buru mau ke sekolah."
"Untuk apa makan? Toh nanti lapar lagi?" jawab si ibu tenang.
Sambil kebingungan, si anak berangkat ke sekolah tanpa bekal uang dan perut kosong. Seharian di sekolah, dia merasa tersiksa, tidak bisa berkonsentrasi karena lapar dan jengkel. Dia merasa kalau orangtuanya sekarang sudah tidak lagi menyayanginya.
Pada malam hari, sambil menyiapkan makan malam, sang ibu berkata, "Anakku. Saat akan makan, kita harus menyiapkan makanan di dapur. Setelah itu, ada tanggung jawab untuk membersihkan perlengkapan kotor. Tidak ada alasan untuk tidak mengerjakannya dan akan terus begitu selama kita harus makan untuk kelangsungan hidup. Sekarang makan, besok juga makan lagi. Hari ini mandi, nanti kotor, dan harus juga mandi lagi. Hidup adalah rangkaian tanggung jawab, setiap hari harus mengulangi hal-hal baik. Jangan berdalih, tidak mau melakukan ini itu karena dorongan kemalasan kamu. Ibu harap kamu mengerti."
Si anak menganggukkan kepala, "Ya Ayah-Ibu, saya mulai mengerti. Saya juga berjanji untuk tidak akan mengulangi lagi."
Pembaca yang berbahagia,
Dalam kehidupan, kita selalu memikul tanggung jawab. Sedari kecil, remaja, dewasa, hingga tua, kita akan terus menerus melakukan aktivitas-aktivitas kecil maupun besar sebagai bentuk kewajiban yang kita emban. Dan, jika kita mengabaikannya, dampak negatif akan kita rasakan. Karena itu, hanya dengan selalu melakukan kebiasaan positif, dengan kesadaran penuh dan dilakukan secara terus menerus, maka sikap tanggung jawab akan menjadi ciri khas kita yang dapat membawa diri pada kehidupan yang lebih baik dan lebih bermutu.

Ayoo kita mulai bersikap bertanggung jawab agar hidup ini tidak memnyiksa kita kawan...
Source : PruDynamic Agency