"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan...."

Rabu, 26 Mei 2010

Mon vingt-huitieme anniversaire..

Tanggal 9 bulan April tahun ini adalah hari istimewa buat gw temans, koz usiaku berkurang 1 tahun lagi, yah duapuluh delapan tahun lalu ku dilahirkan ke dunia fana ini karena cinta Ayah dan bundaku…gw bangun pagi sekitar jam 3 kulanjutkan dengan tahajud dan tenggelam dalam doa panjang ku ke Hadirat Allah, aku hisab diriku selama satu tahun ini apa yang ku telah lakukan dan telah kulalui entah hal yang positif aupun hal negatif. Gw mohon ampun jika selama duapuluh tahun ada dosa yang ku lakukan (dan pastinya banyak sekali..) dan ku harapkan Ridho jika ada amal yang telah kukerjakan, gw mohon agar segala urusan gw dimudahkan Allah khususnya masalah rezeki, hutang piutang dan tentu saja jodoh… Untuk hal yang terakhir aku minta pada-Nya jika memang dia yang telah dipercayakan padaku maka ku akan menjaga dia dengan sebaik baiknya, semampu yang ku bisa..hhhh…capek sih dicecer pertanyaan yang sama tiap kali kumpul sama temen temen, “kapan nikah?”, “ kapan nyusul?”, “mana pasangan lo den?” bla bla bla….gw dengan pasti cuma bisa jawab “semua akan indah pada waktunya kok..”. dan terserah mereka mau menganggap apa. Bis itu gw buka Al quran terjemah dengan mengucap Bismillah gw mohon sama Allah supaya surat dan ayat apapun yang gw buka (secara asal) adalah jawaban dari Allah secara tidak langsung kepada gw untuk menjalani hidup gw satu tahun kedepan lalu gw buka lah Al Quran dan jawabannya adalah surat AlKahfi 23-31, jujur gw ga terlalu paham maksud jawaban Allah itu, tapi ada yang paling gw inget dari Firman Allah tersebut , gw ga boleh berjanji kecuali dengan menyebut kata “insyaAllah” itu artinya gw ga boleh ngumbar janji-janji yang gw sendiri belum tahu bagaimana dibelakang hari. Mudah mudahan sisa usia gw ini bias bermanfaat buat orang lain..amin.

Berkah ilmu

Suatu saat Imam Syafi’I bertanya pada gurunya tentang sulitnya ia mengapal (pelajaran), lalu maka sang guru menasihatinya “Wahai anak muda ketahuilah bahwasanya ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan pada seorang yang bermaksiat”. Sampai sekarang gw masih terngiang ngiang cerita ini, cerita yang semua santri santri tempat gw menuntut ilmu pasti mendengarkan lalu mengukirnya dalam sanubari masing masing, ya ini adalah cerita y ng penuh hikmah meski hanya beberapa baris namun sarat makna. Gw coba ulas sedikit tentang kisah klasik tersebut : Pertama imam syafi’I selalu berkonsultasi pada gurunya, mendekatkan diri pada orang alim, beliau curhat tentang suatu hal yang menggusarkan hatiya yaitu sulitnya ia menghapal pelajaran yang diberikan gurunya. Kedua, gurunya adalah seorang guru yang tidak hanya berilmu tapi ia adalah orang yang selalu menyandarkan ilmunya pada sang Khaliq Allah SWT yang telah memberikan ilmunya pada ummat manusia shaleh. Ketiga : ternyata ilmu bukanlah sekedar materi yang bisa dibagi bagikan layaknya benda namun lebih dari itu ia adalah cahaya yang dapat menembus hati dan akal seorang manusia, ilu tak bisa diraba tapi ia dapat dirasakan, dan salah satu cara untuk merasakan hadirnya ilmu dalam hati dan pikiran adalah dengan mendekatkan diri pada pemilik ilmu, Allah SWT. dengan tidak membuatnya murka dengan maksiat yang dilakukan seorang penuntut ilmu, seperti kaca yang bening cahaya akan mudah menembusnya, lain halnya kaca yang berdebu yaitu debu maksiat maka cahayapun akan sulit menembus kaca tersebut kecuali kaca tersebut telah dibersihkan oleh siempunya. Ilmu apapun disiplinnya, apapun materinya adalah berkah yang tidak dapat diterima semua orang kecuali orang tersebut ingin mempelajarinya dengan kesungguhan hati dan iman. Demikianlah Waqi’ Sang guru dari Imam Syafi’I menjelaskan hakikat ilmu, dan pahamlah Sang murid maksud dari kata-kata gurunya. Gw beruntung pernah mendengar kisah ini, di dunia pesantren ilmu adalah harta berharga yang harus didapatkan dengan perjuangan darah dan air mata. Tidak berlebihan gw pikir, kalo teman ga percaya tanyalah orang orang yang pernah mondok (istilah untuk kaum santri), bagaimana mereka berjuang melawan kantuk, melawan rasa malas, membunuh kenikmatan bermain dalam usia mereka yang relatif muda, menyingkirkan pikiran untuk bersanta-santai hanya untuk mendapatkan ilmu. Akibatnya santri lulusan pesantren memiliki ilmu yang mumpuni untuk bekal mereka terjun ke masyarakat, dan tentu saja ilmu mereka penuh dengan berkah karena jauh dari maksiat. Dalam suasana belajar yang sunguh kondusif itulah nilai-nilai kejujuran dalam menuntut ilmu dikedepankan dan menjadi prioritas utama, tidak ada istilah mencontek dalam setiap ujian yang mereka lewati, bagi mereka mencontek dalam ujian adalah maksiat besar karena ancamannya adalah dijemur di tengah lapangan dengan disertai tulisan “Jangan ikuti kami yang mencontek saat ujian” atau tidak naik kelas. Siswapun mengerti dari siswa kelas 1 hingga para asatidz pun memahami kondisi tersebut. Sebab dengan mencontek seseorang telah menipu dirinya sendiri, karena berbuat sesuatu yang membohongi dan merugiakan dirinya sendiri. Sesaat mencontek memberikan hembusan udara segar untuk memiliki harapan untuk lulus ujian dengan nilai yang bagus tapi lebih jauh dari itu sebenarnya ia telah membunuh karakternya sendiri, sebagai manusia merdeka dan tunduk pada kemauan orang lain yang ‘mengakui’ nilai bagusnya.Betapa merugi manusia seperti itu. Mudah mudahan siswa/siswi yang pernah gw ajarin menjunjung tinggi nilai kejujuran dalam menuntut ilmu sebab apa lagi yang dicari setelah kita mendapatkan ilmu selain BERKAh bukan?? Wallahu’alam.