"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan...."

Sabtu, 10 Februari 2007

Di Penghujung Muda

Oleh : JB. Awwaly

“Abang dah punya cewek belum? “
Pertanyaan ini sudah bosan akau mendengarnya sejak aku kelas tiga smu hingga kini skripsiku hampir selesai direvisi. pertanyaan aneh yang seharusnya tidak usah ditanya oleh etek-etek ku ataupun amak dan abak yang ada di kampung. Masalahnya aku jadi risih kalau ditanya pertanyaan ini setiap aku pulang ke Padang tempat kelahiran kedua orang tuaku pasti pertanyaan ini yang ditanya kenapa sih mereka tidak menanyakan kabarku di Jakarta selama ini, bagaimana kuliahku atau bagaimana kabar keluarga keluarga yang ada di pulau Jawa..

Aku memang dilahirkan di Jakarta meski kedua orang tuaku lahir di Sumatra Barat, orang bilang aku ini padang murtad karena aku tidak bisa berbahasa Minang dan kalaupun aku berusaha untuk bercakap dalam bahasa Minang tetap saja aneh didengar oleh orang yang memang dibesarkan di ranah Minang itu. Meski begitu hubungan ninik mamak atau pun bako bakoku dengan diriku dan adik adikku cukup dekat karena ibuku selalu menyempatkan pulang ke kampung jika ada kesempatan dan rizki lebih.

Cuma ya itu tadi pertanyaan itulah yang buat aku dua tahun belakangan ini malas pulang ke Pariaman sebab mereka selalu menanyakan hal yang sama. Apa mereka tidak tahu kalau aku ini aktifis dakwah dikampus tempat aku kuliah di Jakarta, berpikir untuk punya orang yang spesial saja tidak pernah apa lagi punya. Ketika aku menginjak kelas dua SMU etek Syarifah menggodaku dengan pernyataan lucu
Sia kah nan nio jo bujang buruak ko..” Siapa yang mau sama bujang jelek ini.. 
“Enak aja etek nih ngomong gini gini banyak yang suka nih tek, suka manampa he…”
“Etek ponakannya datang bukannya tanya apa kabar dijakarta, gimana kuliah ku disana atau kabar orang tua ku malah tanya yang macam macam “
Aku duduk diruang tamu rumah Amakku, masih kuingat kenangan masa masa kecilku di ruang ini tempat aku bercanda dengan sepupu sepupuku yang baru berjumlah  lima orang  (sekarang sebelas) dan Uncu adik ibu yang paling kecil yang hanya terpaut tujuh tahun diatas umurku.
Amak keluar dari kamarnya bersama abak beliau bertambah senja sejak kepulanganku kekampung ini dua tahun lalu.
“Gimana kabar di Jakarta Zul?”
“Alhamdulillah semua sehat sehat saja mak, amak abak gimana kabarnya?” kataku sambil mencium punggung beliau berdua takzim.
Amak jo abak lai sehat, onde lah gadang cucu amak ko lah..”
“Kan di kasih makan mak “
Ucapanku ini membuat keluarga  yang ada diruang tamu tertawa.
Lalu cerita cerita dirantau pun mengalir dari mulutku, tentang kuliah ku yang hampir selesai, tentang ayah yang sedang baik karirnya dikantor, ibuku yang sedang repot dengan adik ku yang bungsu dan adik perempuanku lisa yang juga sedang duduk di bangku kuliah semester kedua.

@@@

Kota Pariaman memang indah, kemarin aku sempat kepantai Pariaman dengan meminjam motor dari etek Wina, mumpung liburan aku ingin sekali menikmati tempat kelahiran kedua orang tuaku. Pantai yang memanjang sejauh mata memandang itu mengingatkan ku pada kisah legenda Malin Kundang yang dikutuk ibu nya sendiri karena Malin tidak mengakui ibu kandungnya sendiri di hadapan istrinya. Dibibir pantai terlihat beberapa orang berenang melawan ombak, tak jauh dari mereka beberapa perahu nelayan bersandar,  Dalam hati aku bangga juga jadi orang Sumatra Barat, masyarakatnya masih cukup taat dengan agama meski di kota Padang yang jaraknya hampir duapuluh kilo dari Pariaman anak anak remaja nya sudah mulai terjangkit virus western alias kebarat baratan. Tadi pagi ketika aku mengajak sepupuku Ihwan raun di Padang aku terkejut melihat cara berpakaian mereka yang tak kalah gaul dengan remaja remaja di kota besar yang perempuan memakai celana jins dengan berbagai macam corak dan baju kaos yang keduanya membentuk jelas tubuh mereka. Yang membuat hati lega ternyata masih ada remaja putri yang masih memakai jilbab meskipun tak sedikit dari mereka yang sudah dimodif. Padahal ketika aku masih SMP hampir rata rata remaja putri memakai jilbab.
Sore ini setelah lelah berjalan di kota padang yang elok aku duduk duduk diteras rumah amak sambil mengawasi mobil mobil yang berlalu lalang di jalan By Pass yang memang lewat depan rumah amak. Tiba tiba tek Ifah mengaggetkan ku
“Dor..”
“Ih etek ini ngagetin aja sih”
“Lagian udah di Padang masih aja mikirin cewek Jakarta”
“etek ngomong apa sih”
Yang di tanya malah ketawa
“Jadi pacarnya orang mana Zul?”
Aku terdiam lagi lagi pertanyaan aneh itu
“Ambo indak ba pacar doh tek..”
“Masa sih bujang rancak ini ga ada yang mau pacarin “
“Bukannya ga ada yang mau pacarain tapi akunya yang ga mau pacaran tek ga boleh “
“Masa sih kayaknya sih boleh boleh aja sih kan wajar seumuran kamu punya pacar “
Ini nih yang bikin orang padang makin mundur dalam beragama dalam hatiku.
“Emang pacaran boleh tek??”
“Siapa bilang ga boleh anak anak sini juga banyak yang sudah punya gandengan”
“kan di Al Quran kita ga boleh mendekati zina etek ku sayang soale pacaran itu mendekatkan pada zina, ya zina mata, zina hati, zina mulut de el el meskipun pelakunya sekarang ga ber buat yang macam macam”
“Jadi gimana kalo gitu “
“Yang langsung aja MENIKAH “ aku menekankan kata menikah pada klalimat yang baru saja kuucapkan.sontak etekku ini ketawa
“Mang kamu da mampu untuk nikah”
“Justru karena itu zul ga mau pacaran tek, pacaran itu Cuma pemborosan. Ya pemborosan waktu, umur, dan yang paling penting merusak mata..” kataku
“Ngerusak mata? Ko bisa Zul? “
“Ya mata pencaharian” ucapku selanjutnya
“Bisa aja kamu zul “
“Siapa dulu eteknya” kataku
“Mulai deh..”
“Abis etek tanya nya menjurus jurus kesana sih “
“Mang rencananya berapa tahun lagi kamu baralek?”
“Rencananya setelah Zul selesai kuliah Zul mau kerja dulu tek, yah minimal dua tahun baru setelah itu Zul akan menikah.”
“Wah masih lama dong..”
“Mang kenapa tek “
“He..he.. nanti kalau kamu menikah sama orang padang aja ya jangan sama orang selain orang padang, kamu itu cucu pertama abak dan amak makanya cari aja orang sini den, kamu taukan kalo laki laki padang itu lebih baik menikah dengan wanita Padang juga karena urang awak ini menganut paham Matriakal artinya menari garis keturunan dari ibunya, jadi kalau kamu menikah dengan orang selain padang maka anak anakmu bukan tanggung jawab keluarga ibumu disini”

“Iya zul tau tek tapi bagaimana kalau jodoh zul bukan orang awak, misalnya orang ambon atau orang jawa. Kan masalah jodoh sudah diatur sama Allah tek”
“Kamu ini sudah bisa ngelawan adat ya”
“Bukan ngelawan tek, kan zul Cuma kasih misal...”
“Ya terserah wa ang lah zul “
Etek terlihat kesal dengan jawabanku barusan
Azan magrib tiba tiba berkumandang aku mohon izin untuk sholat magrib disurau yang tak jauh dari rumah amak ini. Sambil melangkah menuju surau aku bergumam sendiri jodoh itukan urusan Allah siapapun jodohku asal dia solehah dan bisa berbakti untuk keluarga aku pasti bahagia dengannya,terlepas dia orang minang atau bukan.toh yang membedakan manusia satu dan yang lainnya bukan asal usul tapi ketakwaannya semata yang pasti berbeda.usai sholat aku tak lupa memohon untuk diberikan pasangan hidup yang terbaik yang selalu setia menemani langkah kaki ini.

@@@

Dua hari kemudian Amak mengajakku pergi ke ladang untuk mengantar makanan kepada Abak yang sejak tadi pagi memang sudah di ladang
“Zul ikui’ amak ka ladanglah”
“hmm...amak pasti mau antar makan siang buat abak ya..wah romantis sekali..diantar makan siang oleh istri tercinta”
aku menggoda amak, yang digoda hanya menggeleng melihat tingkahku
“mana yang mau dibawa Mak “
“Bawa rantang ni,sama piring dan gelasnya zul oia jangan lupa termos itu.”
“Lho memangnya kita juga mau makan di sana mak.”
“Iya masak abak makan sendirian kasihan kan..”
“Wah hari gini masih ada suasana kaya gini dunia kayaknya damai banget mak”
“Ko baitu?”
“Iya mak dijakarta makan siang bersama pasangan atau keluarga itu susah banget, masing masing udah sibuk sendiri sendiri, jangankan makan siang makan malam bersama keluarga saja susah, bapak kemana ibu kemana anak kemana mana..”
“Bisa aja “kamu amak terdiam
“Alhamdulillah zul abak dan amak selalu bisa makan bersama entah makan pagi siang atau malam..”
“Zul salut sama Amak dan Abak”
yuk berangkat akhirnya kami berdua menyusuri jalan setapak belakang rumah di kiri kanan yang kami lewati terlihat beberapa rumah penduduk sepertinya amak akrab sekali dengan mereka, kadang kami berhenti hanya untuk saling menyapa dan mengobrol singkat dengan mereka. Amak pun mengenalkan diriku kepada mereka aku hanya bisa tersenyum melihat sambutan hangat mereka kepada diriku.tak lama sampailah kami di sebuah ladang yang cukup luas. Tak jauh kulihat abak sedang beristirahat memegang cangkulnya aku berlari kecil mendekati Abak dan memberi tahukan jika makan siang sudah datang.
Di balai balai kecil dipinggir ladang kami makan bersama dan dilanjutkan sholat zuhur berjamaahsetelah beristirahat sebenter abak mulai beranjak untuk melanjutkan pekerjaannya aku menawarkan diri untuk membantu tapi abak menolak
Lai pandai waang mamacik pacua yuang?”
Aku hanya cengengesan karena memang aku tak terbiasa memegang cangkul
Mau tak mau akupun membantu amak membersihkan sisa makan kami.tiba tiba amak berujar
“kenapa kamu tidak mau menikah dengan orang minang zul?”
Aku terkejut mendapat pertanyaan tiba tiba seperti itu.dalam hati aku berfikir bicara apa tek ifah sama amak kemarin
“Bukan tidak mau mak tapi jodoh itu kan ditangan Allah,zul belum mikir masalah itu dulu mak,saat ini zul mau konsen ke kuliah dulu yang tinggal sebentar lagi Mak “ucapku sopan
Tapi amak seakan tidak mendengar kata kataku
“Menikah dengan orang awak itu tidak rugi zul selain mereka mengerti dengan watak kita gadis minang itu adalah gadis yang tau di untung selain itu kamu taukan adat minang ini sangat menghormati kaum wanita”
“Zul mengerti mak tapi...”
“Ah sudah lah zul kalau kamutidak menikah dengan gadis minang kamu jangan pulang ke padang amak sudah anggap kamu hilang “
DEG
Seperti itukah kerasnya watak orang sumatra barat ini, aku baru sadar kalau ternyata kata teman temanku benar orang Padang itu punya watak keras sama seperti watak orang Sumatra lainnya.dan ini yang aku tidak mau terjadi, mungkinkah aku tidak dianggap tidak ada oleh nenekku sendiri Cuma gara gara aku tidak menikah dengan orang padang??!!
“Amak Zul ga kenal dengan gadis gadis disini, Amak kan tau Zul orangnya pemalu apalagi jika berhadapan dengan gadis, lagian mana mungkin mereka mau dengan buyuang buruak ko” mak ujarku beralasan
“Amak akan kenalkan kamu dengan gadis gadis disini, amak punya teman dia punya anak gadis namanya Fatimah dia juga calon sarjana di Andalas. Ada juga anak pak Ka.Dus namanya Nur dia paling jago masak masakan padang orangnya juga cantik zul, di Padang amak punya kenalan juga seorang mahasiswi UNP orangnya berjilbab lho...bla..bla...”
Amak bercerita dengan antusias aku cuma bisa termenung..
@@@
Sudah hampir dua minggu aku di Pariaman lepas sudah kerinduan pada kampung halaman yang lama membuncah di hati, insya Allah besok lusa aku akan bertolak ke Jakarta. Rencana untuk menyelesaikan skripsi yang sempat tertunda akan aku lanjutkan kembali, bukan karena malas untuk menulis hanya saja usaha yang sedang aku jalankan bersama teman teman cukup menyita waktuku disamping itu kegiatan dakwah pun turut membuat aku mempriotaskan akademisku menjadi prioritas kedua, namun aku berjanji setelah di Jakarta nanti aku harus bekerja keras untuk menyelasaikan tugas ini. Aku ingin cepat diwisuda dan ingin kedua orang tuaku bangga melihat ku menjadi sarjana.
Aku menatap langit dikamar yang tak luas ini kembali pikiran ini memikirkan obrolan dengan amak dan tek ifah beberapa hari lalu. Ah andai aku sejak kecil dibesarkan di ranah minang pasti aku tidak akan bingung untuk menjadikan gadis minang sebagai pendampingku, tapi aku kan tinggal di pulau Jawa apalagi di Jakarta dengan kultur masyarakatnya yang sudah majemuk membuat mataku terbuka dengan ke budayaan daerah lain, aku mengenal kebudayaan Jawa yang sangat pakewuh, mereka sangat hormat dan terbuka pada orang lain. Aku juga mengenal orang orang timur seperti sulawesi dan papua dengan adat mereka yang tak kalah keras dengan orang orang sumatra, aku juga kenal dengan budaya sunda yang santun dan lembut. Mungkin ini juga yang membuat aku memilih untuk tidak menargetkan gadis minang sebagai calon pasangan hidup. Amboi sulitnya hidup sebagai orang rantau...
Selama ini banyak juga gadis gadis yang mencoba mendekatiku  beberapa malah menawarkan untuk menjadikan aku sebagai pacarku bahkan jadi istriku. Kadang aku berfikir alangkah mudahnya gadis gadis zaman sekarang membuka dirinya pada pemuda pemuda, kalau tidak mau dibilang agresif.
Bahkan mereka yang berjilbab pun begitu, meski untuk golongan ini mereka lebih santun. Sebenarnya bisa saja aku memilih salah satu dari mereka tapi aku belum siap untuk memikirkan hal hal yang seperti itu dulu  aku masih harus menyelesaikan kuliahku, lagi pula aku masih punya adik adik yang aku harus bantu kuliahnya aku kawatir jika aku menikah dulu aku akan melupakan kewajibanku sebagai kakak yang membantu kehidupan keluarga. Lagi pula mana ada sih aktifis yang nyambi pacaran wah ga ada tuh kamus pacaran dalam hidupku. Yang ada menikah dulu baru pacaran sama wanita yang bernama istri.

@@@

Akhirnya sampai juga di Jakarta, aku akhirnya sampai juga di rumah.meski waktu perjalanan tidak terlalu jauh lewat udara tapi rasanya letih ini mulai menggerogoti tubuh ini.melihat adik adik dan bunda niatku untuk tidur aku urungkan.oleh oleh yang telah aku siapkan dari padang aku buka tak lupa dompet pandai sikek khas padang kuberikan pada bunda dan sarung khas bukit tinggi untuk ayah.
Cerita mengenai kabar di padang pun mengalir dari bibirku, tentang keluarga, jalan jalanku di pantai pariaman dan bukit tinggi, tentang pasangan hidupku yang di permasalahkan amak aku hanya ingin bercerita pada bunda nanti malam.

@@@

“jadi begitu ceritanya bun...bagaimana bun”
setelah kuceritakan masalahku pada bunda
“Bunda sih terserah kamu aja Zul mana yang baik menurut kamu asal sesuai dengan hati kecil mu bunda dukung dan bunda rasa amak tak sekejam itu kok nak”
“Tapi bun zul mau keluarga dari padang ikhlas dan bahagia dengan siapa saja zul hidup nanti bun lagi pula zul ini cucu pertama yang jadi contoh buat sepupu di padang “
“iya sudah kalau begitu tidak usah di pikirin cari saja gadis minang yang ada di jakarta, dia pasti bisa mengerti keadaan orang rantau seperti kita..bereskan..”
jawaban bunda memberikan angin sejuk kedalam hati ku alhamdulillah
@@@

Empat tahun kemudian...
Aku melipat undangan walimatur ursy yang tertanggal satu bulan lagi. Setelah menyelesaikan kuliah dan bisnis yang telah aku mulai sejak mahasiswa telah berkembang pesat aku sekarang telah siap untuk menyempurnakan separuh dienku, wanita yang akan menjadi calonku terpaut lima tahun dibawahku dia juga sedang menyelesaikan kuliahnya di Universitas Negri terkemuka di jakarta disamping itu dia juga seorang aktifis sama seperti diriku, murobbi ku yang mengenalkan ku padanya tak lama setelah aku mengutarakan niatku untuk menikah.kesan pertama kali bertemu dengannya dia punya wajah yang  manis dengan suara yang lembut, gadis yang cukup ramahpun aku sematkan padanya ketika aku berbicara dengannya dan bertanya tentang hidupnya.satu hal yang tidak aku tanyakan adalah dari etnis mana dia bagiku cukuplah agama yang dimilikinya sebagai kriteria pasangan hidupku. Setelah satu minggu diapun setuju untuk menjadi ibu dari anak anakku kelak.

“Alhamdulillah akhirnya undangan terakhir selesai juga “

Kutatap undangan tersebut dengan rasa syukur, undangan berwarna merah ini akan aku kirimkan ke Amak dan keluarga di Pariaman besok. Kubaca sekilas tulisan yang terukir disana
Menikah  Mariani Evitasari dan Dzul Kiramaini, 12 Januari 2009.
Tak lupa secarik kertas kuselipkan kedalam undangan itu ada pesan kecil yang sengaja khusus aku buat untuk amak dan tek ifah :”Amak, tek Ifah Mohon restunya, Dia gadis minang lho.. ”

Tangerang,10 feb 2007
Teruntuk MN ‘disana’, jalan mungkin tak semulus keinginan kita.

Penulis adalah Alumni Univ.Negri Jakarta, Jur.Bahasa Prancis. Saat ini sedang mendirikan Bimbel untuk masyarakat di sekitar rumahnya, ayah dari satu orang putra dan suami dari Desy Ayu S. Seorang Blogger yang senang menulis isi kepalanya agar karyanya bisa dinikmati dunia.


Kosa kata
Etek : adik ibu
Amak : Nenek
Ninik Mamak : keluarga dari pihak ibu
Bako : keluarga dari pihak ayah
Amak jo abak lai sehat, onde lah gadang cucu amak ko lah.. : nenek dan kakek sehat sehat saja, ya ampun udah besar cucu nenek ini ..
Sia kah nan nio jo bujang buruak ko. . : Siapa yang mau sama bujang jelek ini..
Ambo indak ba pacar doh tek.. : saya tidak pacaran bibi
Wa ang : kamu
Zul ikui’ amak ka ladanglah : zul ikut nenek ke lading ya
Baitu : ko begitu
Lai pandai waang mamacik pacua yuang? : bisa kamu megang pacul ?