"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan...."

Tampilkan postingan dengan label Petualangan Arundaya dan Pasukan Nusantara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Petualangan Arundaya dan Pasukan Nusantara. Tampilkan semua postingan

Kamis, 01 Desember 2016

Arundaya praja dan Pasukan Nusantara

Setelah tiga puluh menit perjalanan mereka pun sampaidi sebuah gedung mentereng tulisan Abimata Tower terpampang jelas di halaman gedung. Daya langsung turun dari mobil nya “pak Sud nanti saya tak usah dijemput biar saya nanti naik kendaraan umum saja, titip rumah ya pak…” ujar Daya, yang diajak bicara mengangguk mengerti dan segera masuk ke mobil lalu hlang ditelan keramaian Jakarta.
Daya menuju lift, orang orang yang berpapasan dengannya mengucapkan salam pada Daya, tak ada satupun yang luput sebab mereka semua adalah anak buahnya, Daya sendiri menjawab salam mereka dengan senyum tulus. Sebenarnya Daya segan dengan penghormatan karyawan karyawan nya tersebut tapi mau bagaimna lagi, perbuatan teersebut sudah menjadi budaya disini. Dia lama lama membiarkan saja sikap mereka tersebut dalam hati mungkin itulah ketulusan mereka pada dirinya.
Tiba di ruang kerjanya Daya tak langsung menuju meja kerjanya, hobbynya setiap pagi adalah memandang kota Jakarta kesegala penjuru, ya ruang kerjanya terletak di ujung bangunan ini hampir sluruh dindingnya adalah kaca, jadi Daya dapat memandang kota kelahirannya dengan bebas tiga ratus enam puluh derajat! Kalau siang hari pemandangannya cukup menghibur karena Daya membayangkan dirinya adalah Garuda yang sedang terbang di udara, memandang luas kebawah, terlebih jika malam hari pemandangannya lebih indah lagi, lampu lampu yang menyala dibawah sana dari gedung gedung, lampu jalan, reklame reklame, laksana mutiara yang berkilau dilautan, lampu lampu mobil yang terjebak di kemajetan kota ini pun menambah pesona malam, karena pemandangan itu juga daya betah berlama lama di ruang kerjanya bahkan ia kadang lupa bahwa malam telah larut.
Setelah puas memandangi suasana kota dia menuju meja kerjanya, baru saja duduk tiba-tiba intercom berbunyi,
“selamat pagi pak daya saya memberitahukan bahwa hari ini ada seseorang yang ingin bertemu bapak..”
“siapa Sa?”
“bapak Suryadiningrat dari Surya Abadi corporation pak, minggu lalu bapak sudah acc untuk bertemu beliau”
“oia hampir saya lupa, terimakasih sa…”
“baik pak, terimakasih “ intercom lalu di tutup dari sebrang.
Daya melayangkan pandangannya ke langit langit ruang kerjanya pikirannya melayang layang pada sosok Suryadiningrat. Sosok itu baru dikenalnya sebulan yang lalu di sebuah kegiatan amal. Daya membuka file file dalam ingatannya tentang pak Surya.
Saat itu Daya menyumbangkan uang sebesar 1 milyar pada malam amal itu, semua orang tercengang atas sumbangan yang ia berikan, meskipun rata rata yang hadir dimalam itu adalah kelas menengah keatas tapi taka da seorang pun yang menymbang uang sebesar itu. Daya pun disambut dengan tepuk tangan saat ia diberikan kesempatan untuk berpidato, ia mengingat ingat kata kata yang ia ucapkan pada saat itu.

“selamat malam bapak ibu sekalian…, terima kasih untuk panitia yang sudah memberikan saya waktu untuk berbicara didepan hadirin sekalian, Jujur saja saya tidak mengharapkan ini tapi kalau saya diminta  tentu saja saya berikan..” hadirin tersenyum
“Sebelum saya turun dari panggung ini izinkan saya melelang benda kesayangan saya untuk mengetuk pintu hati bapak ibu sekalian.. benda ini selalu menngingatkan saya pada kedua orang tua saya yang meninggalkan saya saat saya membutuhkan kasih sayang keduanya, saya yakin dengan melepas benda ini saya bisa menghormati mereka berdua dan mereka tidak hidup dipikiran saya belaka tapi juga dipikiran banyak orang” daya memanggil pak Sud naik keatas panggung dengan isyarat tangan, Pak Sud segera menuju panggung membawa sebuah kotak kayu berukiran khas jepara yang terkenal itu setelah dipanggung dia langsung menyerahkan kotak tersebut pada Daya..
“Bapak ibu inilah benda yang ingin saya lelang itu..” hadirin diliputi rasa penasaran yang amat sangat, rasa ingin tahu mereka membuncah, kira kira benda apakah yang ingin dilelang oleh satu satunya pewaris kekayaan keluarga milyarder Abimata itu, sebagian dari mereka berbisik bisik satu sama lain.
“benda ini namanya adalah Kerambit, senjata tradisional penduduk Sumatra bagian barat, namun berkat merantaunya orang orang sumatra senjata ini sudah menjadi senjata banyak daerah di nusantara, bahkan asia tenggara, karena efektifnya senjata ini amerikapun memodifikasinya dan menjadikan senjata ini menjadi senjata wajib US Marshal,  senjata ini aslinya sangat berbahaya dan sangat mematikan, karena itulah ilmu silat harimau yang menggunakan senjata ini jarang sekali diturunkan oleh para pendekar, sebab jika salah dipergunakan maka senjata ini akan menakutkan bagi pendekar lainnya, apalagi orang orang yang tak mengerti silat.” Hadirin bertepuk tangan mendengar penjelasan Daya.. mereka tak menyangka itu bahwa benda tersebut adalah warisan nenek moyang sendiri yang telah mendunia.
“bapak ibu benda ini akan saya lelang pada Anda semua untuk saya persembahkan  pada yayasan Bumi pertiwi yang telah melaksanakan kegiatan amal ini, saya berharap hasil penjualan kerambit ini bisa membantu banyak anak anak yatim yang berada dalam naungan yayasan ini.. dan saya berharap pahalanya saya hadiahkan kepada kedua orang tua saya yang telah lebih dulu meninggalkan kita semua..” hadirin secara bersamaan mengaminkan kalimat terakhir Daya.
Daya segera memberikan microphone dan kerambit pada MC yang menunggunya setia sedari tadi sambil membisikkan sesuatu, lalu Daya turun dari panggung dihantar  jabat tangan rekan rekannya dibawah tangga panggung, Sang MC lalu mulai mengambil kuasa panggung dengan kata katanya yang bersemangat.
“ bapak / ibu sudah dengar tadi ya penjelasannya… pesan pak daya lelang karimbit ini akan dibuka dengan harga lima puluh juta rupiaaahh… siapa yang berminat silahkan angkat tangan anda. Dan ajukan harganya”
Daya berbalik arah dia mengisyaratkan agar pak Sud segera pulang, yang dipanggil mengerti dan langsung mengikuti Tuan mudanya tersebut.
saat baru saja mereka menginjak tanah dari anak tangga terakhir pintu masuk  seseorang berpakaian serba hitam  tiba menyerang mereka berdua dengan belati yang mengkilat kilat 


“bapak ibu jujur sebenarnya saya tak pantas untu menerima kebaikan hati tuan rumah acara ini utubeerbicara pada bapak ibu,  sebab saya belum apa apa dan belum menjadi siapa siapa..sumbangan  yang saya berikan mudah2an dapat dipergunakan dengan sebaik baiknya oleh orang orang yang membutuhkannya, jadikan ini sebagai momentum pengetuk pintu hati dan menutup pintu neraka untuk berlomba lomba dalam kebajikan. Diluar sana banyak sekali orang orang yang memiliki harapan tapi ternyata harapan dan kenyataan yang ada itu sangat berbeda jauh..”  daya menyapu pandangannya ke  semua hadirin, hadirin pun seperti tersihir kata katanya..
Kotak itu dibuka oleh Daya  dia berlahan mengeluarkan sebuah potongan kayu orang orang bergumam bertanya tanya satu sama lain benda apakah itu, bentuknya seperti boomerang kecil tapi ukurannya lebih kecil, yang membuat takjub hadirin adalah ukiran disekujur kayu yang sulit dilukiskan dengan kata kata, hadirin seperti dihentikan waktu,  Daya mengangkat benda itu tinggi tinggi untuk dilihat hadirin, kamera panitia menyorot benda itu secara close up sehingga benda itu terlihat sangat jelas di widescreen dikedua sisi panggung, tak lama daya menggenggam benda itu dengan kedua tangannya ia lalu menarik benda itu berlahan kea rah yang berlawanan, tangan kiri Daya memegang kayu yang ternyata adalah sarung sebuah senjata, sedangkan tangan kirinya menggenggam sisi satu lagi yang ternyata gagang kayu, sebuah pisau kecil berbentuk huruf L keluar dari sarungnya, Mata pisaunya tajam di kedua sisinya, orang orang mengira benda itu terbuat dari baja, terlihat sangat solid materialnya, daya meletakkan bagian sarung senjata tersebut di atas mimbarnya, dia meletakkan senjata tersebut ditelapak tangan kanannya, gagang senjata itu terbuat dari kayu dengan ukiran yang indah sekali, di kedua sisi gagang berhiaskan mutiara yang sangat besar kira2 sebesar kuku ibu jari tangan orang dewasa rasanya jarang sekali ada mutiara sebesar itu, menariknya diujung gagangnya terdapat lubang cukup untuk dimasukkan jari manusia. Pun mata pisau itupun tak kalah mencuri perhatian hadirin terlihat ukiran dengan gambar ular bermahkota, mata ular tersebut disematkan zamrud berwarna hijau tua yang tak kalah cantiknya, terlihat sekali ketelitian tingkat tinggi pembuatnya, karena memang sangat indah  menyilaukan mata. Singkat kata benda kecil tersebut  membuat beberapa orang bersiap dengan buku cek ditangan masing masing.
Setelah momen menakjubkan tersebut akhirnya Daya angkat suara, “ Bapak ibu yang saya hormati, mungkin Anda bertanya tanya benda apakah ini, bukan begitu??”
“yaaaa….” jawab hadirin
“baiklah saya bertanya dulu apakah anda pernah melihat senjata seperti ini sebelumnnya
“beluuuumm…” jawab hadirin kompak.
“hum… saya akan ceritakan benda apakah ini” Daya berhenti sejenak untuk mengambil nafas sambil mengingat ingat cerita ayahnya tentang benda itu.
Daya segera berdehem, memberikan isyarat para hadirin untuk menghentikan suara tepukan yang bergemuruh..
“bapak ibu, yang ditangan saya ini adalah kerambit istimewa, kalau tidak mau dikatakan warisan berharga, sebab senjata ini dipesan khusus oleh Ayah sebagai bentuk syukur pada Tuhan yang Maha Esa atas kelahiran saya di dunia, sayangnya saya sampai saat tidak tau siapakah pembuat kerambit ini, Karena ayah tak pernah menceritakan siapa maestro pembuatnya, namun dimanapun dia berada mudah2an ini menjadi salah satu karya besarnya.” Hadirin kembali bertepuk tangan meriah.
“ baiklah bapk ibu sekalian demikian sambutan dari saya selajutnya saya serahkan panggung ini kepada panitia.. salam“
Para hadirin langsung mengangkat dan menawarkan harga diatas harga buka tapi orang lain juga berebut untuk menaikan harga, saling tawar bercampur gengsi adalah pemandangan yang biasa dilihat Daya, mereka beersahut sahutan menawar barang istimewa itu, bayangan di kepala mereka jika Kerambit itu menjadi milik maka maka dia akan naik derajat sosialnya, sebab benda itu adalah salah satu benda milik keluarga Abimata Sang Milyuner legendaris, guru bisnis sekaligus kiblat para pengusaha nasional. Daya hanya  tersenyum kecut melihat pemandangan itu, dalam hati dia heran mengapa orang orang itu tak segan menghamburkan uang untuk sesuatu yang belum tentu mereka butuhkan disisi lain Daya bersyukur uang tersebut toh digunakan untuk kebaikan.

Bersambaung...

Kamis, 24 November 2016

Abimata

Petir menyambar nyambar di langit langit terlihat gelap, angina menderu deru dengan dahsyatnya, malam itu sepertinya akan terjadi cuaca buruk hujan lebat akan  mengguyur Jakarta, pohon pohon yang berjajar rapi di sepanjang  jalan bergoyang seakan akan  menari menyambut datangnya badai, mobil mobil yang biasanya merayap dijalan berhenti bergerak karena jarak pandang yang sangat pendek dan jalanan sebagian orang orang yang baru saja keluar dari kantornya terhenti urung melanjutkan  perjalanan pulang. Satu petir tiba tiba menggelegar keras..Dhuaaarrr… orang orang yang tadi termenung memandangi hujan terkejut sebagian lain berteriak tertahan. Cuaca nampaknya sedang tidak bersahabat malam ini, tak lama hujan yang sejak tadi tertahan dilangit tumpah ruah ke bumi dengan derasnya.  Orang orang yang berada diluar tanpa dikomando berlarian mencari tempat berlindung dari guyuran hujan. Tak ada yang sadar di atas gedung gedung pencakar langit di belantara Jakarta terlihat  kelebatan bayang-bayang yang meloncat di antara gedung gedung, dibelakang bayangan itu terlihat bayangan lain seolah olah mengejar buruan..

Tiba-tiba  sebuah pijaran cahaya seperti kilat terlihat dikeluarkan oleh bayangan yang berada dibelakang dan tak lama pijaran itu mengenai bayangan didepan lalu bayangan tersebut yang ternyata adalah sesosok pria jatuh menghujam tanah diiringi teriakan pilu,  setelah jatuh dari gedungyang tak kurang dr 50 lantai tubuh tersebut berdemum menghantam bumi, taka da yang menyadari kejadian tersebut, karena semua orang sibuk dengan kesibukannya masing masing, bayangan yang tadi mengejar setelah melihat buruannya jatuh dengan sigap berhenti diujung puncak gedung dan menatap korbannya yang telah terkapar, sunggingan bibirnya menandakan kepuasan entah apa maknanya, setelah memastikan sang korban jatuh bayangan tersebut meloncat kearah kegelapan dan tidak terlihat lagi…hujan dan angina seperti menelan sosok tersebut.

%%%%%%%%
Badai Hujan semalam adalah yang terburuk sepanjang minggu ini, berita-berita di televisi, koran2 bahkan stasiun radio mengulasnya, Daya turun dari kamarnya dilantai dua menuju dapur, dia menyalakan TV dan mengambil susu dari dalam kulkasnya, penyiar tv sedang mengulas badai yang terjadi tadi malam, sayup terdengar penyiar mengabarkan bahwa ada jenazah yang ditemukan oleh petugas oranye pemda DKI dibelakang sebuah gedung, oleh petugas polisi wajah jenazah tersebut dikenal sebagai  seorang banker disebuah bank terkemuka di Jakarta, polisi masih belum menemukan penyebab kematianya secara pasti apakah bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan. Daya mematikan telivisi untuk mempersiapkan dirinya berangkat ke kantor,  rumah dikawasan menteng yang merupakan kawasan elit tidak membuatnya khawatir untuk datang terlambat ke kantor, perusahaan yang diwariskan padanya adalah sebuah perusahaan terkemuka di Indonesia, saat ini perusahaan tersebut telah memiliki beberapa anak perusahaan dan diprediksi oleh sebuah majalah bisnis menjadi bisnis nasional yang menggurita milik anak bangsa.

Dirumah itu Daya hanya tinggal sendiri, kecuali seorang asisten rumah tangga dan seorang pengemudi yang sudah mengabdi dikeluarga itu puluhan tahun, bagi Daya mereka lah keluarga terdekatnya, selain itu Daya tak punya siapa siapa lagi, orang tuanya meninggal akibat kecelakaan pesawat dalam perjalanan bisnis tiga belas tahun lalu, Daya masih berusia delapan tahun saat itu, sejak saat itu perusahaan keluarganya dijalankan oleh dewan direksi lewat pengawasan pengacara yang dipercaya oleh orang tuanya. Ketika menyelesaikan S2 nya perusahaan tersebut dikembalikan padanya sesuai wasiat yang diamanatkan pada pengacara tersebut.
Daya keluar dari rumahnya dengan rapi lengkap stelan jas kantor yang biasa iya kenakan, Pak Sudiro yang sejak tadi menunggunya mempersilahkan Tuannya tersebut masuk kedalam mobil,
“Tuan muda silahkan mobilnya sudah siap..”
“ pak sud jangan lah pak sud panggil aku tuan panggil nama saja, pak sud sudah saya anggap ayah saya sendiri..” balas Daya hormat
“hehe iya Nak Daya, habisnya sudah SOP nya begitu dari ayah Nak Daya dulu..”
mereka berdua tertawa bersama, “ ka Nina Daya berangkat dulu titip rumah ya..” yang dipanggil hanya menjawab dengan anggukan tanda mengerti.
Mobil Alphard tersebut tak lama meluncur dijalanan Jakarta yang sudah macet, Daya memandang jalanan yang setiap hari dilaluinya, debu, polusi bercampur jadi satu diatas aspal yang mulai memanas, dalam hati Daya bersyukur hidupnya terlalu bahagia meski tak memiliki orang tua. Dia tak membayangkan orang orang yang hidup dalam kesederhanaan di kota ini. Tiba-tiba air matanya menetes segera ia menghapus dengan sapu tangan yang selalu ia siapkan didalam kantong celananya. Pak Sud melihat dari kaca spion tuan kecilnya itu menetes air mata. Iseng ia bertanya “ ada yang mau nak Daya ceritakan pada saya?”

Daya sedikit terkejut atas pertanyaan pak Sud yang spontan itu, “tidak ada pak Sud saya baik baik saja.., ini air mata syukur saya pada Tuhan, Dia begitu baik pada saya dengan segala kelebihan dan kekurangan Daya pak..” pak Sud mencerna  kata kata Daya yang singkat dan dalam itu, dia tahu segalanya tentang Daya, orang tuanya bahkan asal usulnya dan satu rahasia terbesar keluarga ini, namun ia berjanji untuk tidak menceritakan pada Daya sampai waktunya tepat. Pak sud diam dalam hening sebenarnya dia sudah tak sanggup lagi menyimpan cerita itu sebab usia yang telah mengerogotinya tiga bulan lagi usianya sudah genap empat puluh delapan tahun, meski demikian tubuhnya masih sehat sebab ia rutin mengamalkan ilmu pernapasan dan ilmu beladiri yang sudah dipelajarinya sejak kecil. Bahkan Dayapun ia latih untuk menurunkan kedua ilmu tersebut, menurutnya ilmu yang tidak diwariskan akan dibawa pemiliknya sampai mati dan ilmu tersebut juga ikut kedalam kubur tanpa memiliki pemilik baru. Menurut pak Sud Ilmu itu bagaikan harta karun yang mesti memiliki tuan berguna bagi tuannya dan berjalan melewati waktu sampai hari kehancuran dunia jadi ia tidak boleh punah akibat keserakahan pemiliknya yang tak ingin mewarisi harta pada orang lain setelahnya.

bersambung...