"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan...."

Jumat, 06 September 2013

Surat terbuka untuk Liliana Tanoesudibjo

Kepada Yth : Ibu Liliana Tanoesudibjo

Di Tempat

Hal : Imbauan Pembatalan Kontes Miss World 2013 di Indonesia

Salam hormat, dan Keselamatan bagi yang mengikuti Petunjuk Allah SWT

Perkenalkan, kami segenap jajaran pengurus Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI), menyampaikan salam hormat kami kepada Ibu dan segenap keluarga. Melalui surat ini, kami bermaksud menyampaikan pandangan dan imbauan kami seputar rencana pelaksanaan kontes Miss World di Indonesia tahun 2013 ini. Surat ini kami sampaikan sebagai manifestasi dari kewajiban kami sebagai Muslim yang diperintahkan oleh Allah SWT agar senantiasa menegakkan aktivitas “al-amru bil-ma’ruf wa-nahyu ‘anil munkar”, yakni kewajiban yang melekat pada setiap muslim untuk menegakkan kebenaran dan mencegah kejahatan.

Surat ini kami sampaikan kepada Ibu Liliana, mengingat Ibu adalah orang yang paling berwenang dalam penyelenggaraan kontes Miss World tahun ini di Indonesia. Tentu Ibu sudah membaca dan mendengar tentang kontroversi yang sudah muncul seputar rencana penyelenggaraan kontes kecantikan sedunia itu.

Kami menyadari, bahwa masalah kontes Miss World sudah menjadi ajang kontroversi sejak kontes ini diselenggarakan tahun 1951 dalam bentuk kontes pakaian renang. Berbagai argumen sudah dikemukakan. Saya percaya, Ibu Liliana sudah membacanya. Dalam hal ini, posisi dan sikap kami sangat jelas: kami tidak setuju dengan kontes Miss World, dengan alasan utama, kontes ini mengumbar dan pamer aurat – yang semestinya ditutupi – sesuai ajaran Islam.

Juga, kontes Miss World merupakan konsep yang salah dalam pemberdayaan perempuan, karena lebih melihat aspek fisik yang merupakan anugerah Tuhan yang alami. Kontes semacam ini bertentangan dengan konsep pembangunan manusia Indonesia yang lebih mengedepankan aspek jiwa dan prestasi. Dalam pandangan kami, tidak patut dilakukan kontes bibir, mata, payudara, pantat, perut, dan betis perempuan. Yang patut dilombakan adalah prestasi atau kinerja perempuan yang membawa kemaslahatan bagi masyarakat. Semboyan “beauty, brain, behavior” yang diusung dalam kontes kecantikan semacam ini menunjukkan, bahwa aspek “beauty” tetaplah yang utama. Tidak mungkin seorang perempuan tua renta, cebol, cacat fisik, dan sebagainya, dapat memenangi lomba semacam ini, meskipun si perempuan memiliki prestasi dan jasa besar dalam pembangunan bangsa.

Kami berharap, Ibu Liliana bersedia menggunakan Hati Nurani yang tulus dan lapang merenungkan berbagai kritik yang disampaikan berbagai pihak tentang kekeliruan konsep Miss World dan sejenisnya dalam pemberdayaan perempuan. Berikut kami kutipkan kritik yang pernah ditulis oleh mantan Menteri P&K, Dr.Daoed Joesoef seperti ditulis dalam memoarnya “Dia dan Aku: Memoar Pencari Kebenaran” (Jakarta: Kompas, 2006):

“Pemilihan ratu-ratuan seperti yang dilakukan sampai sekarang adalah suatu penipuan, di samping pelecehan terhadap hakikat keperempuanan dari makhluk (manusia) perempuan. Tujuan kegiatan ini adalah tak lain dari meraup keuntungan berbisnis, bisnis tertentu; perusahaan kosmetika, pakaian renang, rumah mode, salon kecantikan, dengan mengeksploitasi kecantikan yang sekaligus merupakan kelemahan perempuan, insting primitif dan nafsu elementer laki-laki dan kebutuhan akan uang untuk bisa hidup mewah. Sebagai ekonom aku tidak a priori anti kegiatan bisnis. Adalah normal mencari keuntungan dalam berbisnis, namun bisnis tidak boleh mengenyampingkan begitu saja etika. Janganlah menutup-nutupi target keuntungan bisnis itu dengan dalih muluk-muluk, sampai-sampai mengatasnamakan bangsa dan negara,” tulis Daoed Joesoef.

“Pendek kata kalau di zaman dahulu para penguasa (raja) saling mengirim hadiah berupa perempuan, zaman sekarang pebisnis yang berkedok lembaga kecantikan, dengan dukungan pemerintah dan restu publik, mengirim perempuan pilihan untuk turut “meramaikan” pesta kecantikan perempuan di forum internasional.”

“Apa kata inteleknya tidak perlu dipersoalkan, karena sekarang ini keintelektualan bisa disewa per hari, per minggu, per bulan, per tahun, bahkan permanen, dengan honor yang lumayan. Artinya, even seorang intelek bisa saja melacurkan kemurnian inteleknya karena nurani sudah diredam oleh uang,”

“Namun tampil berbaju renang melenggang di catwalk, ini soal yang berbeda. Gadis itu bukan untuk mandi, tapi disiapkan, didandani, dengan sengaja, supaya enak ditonton, bisa dinikmati penonjolan bagian tubuh keperempuanannya, yang biasanya tidak diobral untuk setiap orang…”

“… setelah dibersihkan lalu diukur badan termasuk buah dada (badan)nya dan kemudian diperas susunya untuk dijual, tanpa menyadari bahwa dia sebenarnya sudah dimanfaatkan, dijadikan sapi perah. Untuk kepentingan dan keuntungan siapa?”

Terhadap alasan kegunaan kontes ratu kecantikan untuk promosi wisata dan penarikan devisa, Daoed Joesoef menyebutnya sebagai wishful thinking belaka, untuk menarik simpati masyarakat dan dukungan pemerintah. Kalau keamanan terjamin, jaringan transpor bisa diandalkan, sistem komunikasi lancar, bisa on time, pelayanan hotel prima, maka keindahan alam Indonesia saja cukup bisa menarik wisatawan. Karena itu, ia mengimbau:

“Stop all those nonsense! Hentikan semua kegiatan pemilihan ratu kecantikan yang jelas mengeksploitasi perempuan dan pasti merendahkan martabatnya!”….

“Kalaupun gadis-gadis kita yang cantik jelita lagi terpelajar, cerdas dan terampil serta berbudi pekerti terpuji dan berani, masih berhasrat menyalurkan energinya yang menggebu-gebu ke kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, siapkanlah diri mereka agar menjadi IBU yang ideal, memenuhi perempuan yang sebenarnya dalam keluarga, perannya yang paling alami. Jadi bukan peran sembarangan, karena mendidik makhluk ciptaan Tuhan yang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya. Jangan anggap bahwa mengasuh, membesarkan dan mendidik anak secara benar bukan suatu pekerjaan yang terhormat. Pekerjaan ini memang tidak menghasilkan uang, pasti tidak membuahkan popularitas, tentu tidak akan ditampilkan oleh media massa dengan penuh kemegahan, tetapi ia pasti mengandung suatu misi yang suci…”

Semoga Ibu berkenan melapangkan Hati Nurani dalam memahami kritik-kritik yang membangun, demi kebaikan bersama bangsa kita di masa yang akan datang.

****

Ibu Liliana Yth….

Saya membaca di sebuah situs , bahwa Ibu adalah seorang penganut Kristen yang taat. Dalam situs itu diceritakan penjelasan dari Bapak Hary Tanoe: “Mulai tahun 2000 kemarin pun, saya selalu mengusahakan mezbah keluarga setiap hari. Kalau hari itu saya tidak bisa, maka istri yang memimpin. Dan ketika anak pertama saya sekolah di Sydney tahun 2005, kami pakai telepon untuk bisa melakukan mezbah keluarga bersamanya supaya dia tidak tertinggal. Jadi intinya, kita harus kembali ke yang paling basic, yaitu hubungan dengan Tuhan.”(http://www.jawaban.com/news/spiritual/detail.php?id_news=090704142609).

Membaca berita itu, kami bertanya-tanya, apakah kontes kecantikan semacam Miss World – yang selama ini jelas-jelas mengeksploitasi tubuh perempuan – dibenarkan dalam agama Kristen? Sebab, yang kami tahu, dalam 1Korintus 11:5-6, dijelaskan tentang keharusan perempuan Kristen mengenakan “tudung kepala”:

”Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya.”

Sebagai Kristen yang taat, tentu Ibu sudah paham tentang masalah etika berpakaian dalam agama Kristen. Tentang masalah ini, Ibu Liliana bisa membaca sebuah artikel bermutu dalam situs berikut: http://voices.yahoo.com/should-christian-woman-wear-immodest-dress-like-6014534.html. Artikel tersebut dengan jelas menggambarkan, bagaimana seharusnya seorang Kristen berpakaian yang sopan dan beradab. Baik kita renungkan beberapa bagian dari artikel tersebut:

5. Worldly fashion is moral confusion: Today’s fashion says that are women are sex objects and can ignore God’s purpose for clothing. The goal of many women today is not dressing to be Godly and covering up nakedness, but rather to be sexy. Sex crimes have increased in numbers and women’s dress habits have contributed to this problem. Some women are good at trying to use their physical beauty, their charms, their bodies to “win” with the men in their world. Todays fashions are unbelieving designers without the true Spirit of Christ. Fashion or style is not bad as long as it does not violate the modesty and sobriety standard of the Scriptures-I Timothy 2:9.

We are living in a time of moral confusion, and our generation’s indifference to moral concerns is reflected in many of today’s styles. Christians should be concerned that many fashions, particularly for women, are harlot-like and amount to public undress. A swimsuit will expose nakedness and I have seen some men and women defending themselves that swimsuit will cover important parts. We think that if we get on a swimsuit, our genitals are covered and we are clothed. God says no, you don’t just cover your genitals. You cover the thigh. Plus the swimsuit shows off the form and the figure, and is not shamefacedness. It doesn’t flow. It is not long. It is not modest.

The Bible says we are not to be conformed to the world, in Romans 12:2. And in Proverbs 25:29, the Bible teaches us that “the fear of man bringeth a snare.” We don’t have to have the latest style. We do not have to be afraid of fashion. But at the same time, First Corinthians 7:31 says, “And they that use this world, as not abusing it: for the fashion of this world passeth away.” So we don’t want to be a slave of fashion.

The fashion industry does not believe that the principle purpose of clothing is to cover the body; it believes that the principal purpose of clothing is sexual attraction. At the beach or pool, nakedness is on parade. Wearing a bikini is sinful because the purpose of it is to show off as much flesh as possible while still covering the absolute essentials of private parts. There is nothing God-honoring about bikinis and much that is gratifying to the flesh: for men to leer and for women to show off their bodies. Scripture calls us to live and dress modestly, not to gratify the flesh. It calls us to do everything to the glory of God: wearing bathing suits that are designed to cause men to lust and women to publicly display their bodies is the opposite of glorifying God. Clothes that begin to reveal what should be covered, such as low necklines and skirts with slits up the side. Many young ladies have fallen to the trend of wearing spaggetti straps that don’t cover their under garments. The harlot of Proverbs 7:10, intentionally dresses in such a way to lure men to her body in a sexual way. much of the modern ladies clothing that we see today would be even more revealing than the harlot’s clothing years ago. There is no reason why decent leg coverings can’t be worn under a dress or skirt. They may cry out, “but what about my Christian Liberty?” Please turn your attention to what God says in Galatians and Romans:

Galatians 5:13 For, brethren, ye have been called unto liberty; only use not liberty for an occasion to the flesh, but by love serve one another.

Romans 13:14 But put ye on the Lord Jesus Christ, and make not provision for the flesh, to fulfil the lusts thereof.

6. Some women dress immodestly even in Churches: There are some other women who says that they are Christians but still dress inappropriately even in churches. There are some women comes to church wearing garments which will display all their inner garments. Revealing clothes that attempt to draw attention to yourself in a sexual way, that begins to reveal your “nakedness” , that will cause others to “lust” or “commit adultery” even in their imagination.

The Bible says: Today’s fashions, on the contrary, dishonor and corrupt the Christian woman. Christians should dress in a modest and decent way, showing respect for God, themselves, and others. A woman professing to be godly would never knowingly adorn herself in a way that excites lust in another person.

Modesty then clearly involves an attitude of reservedness, propriety, moderation, of one professing godliness, chaste conduct, one who fears God, whose hidden person of the heart reflects a gentle and quiet spirit – meekness. A great inner spiritual strength that comes to be manifested in the outward demeanor of the woman. Prophets of God have always counseled His children to dress modestly. The way you dress is a reflection of what you are on the inside. Your dress and grooming send messages about you to others and influence the way you and others act. Today, the fashions are so pervasively broadcast over every media outlet that everyone dresses the same when they swim. But, there are lots of people in our churches who think that if you are swimming or competing in track and field, it is ok to go half naked or wear revealing clothing.

Sebagai penganut Kristen yang taat, mohon Ibi Liliana sudi merenungkan berulang-ulang kalimat-kalimat dalam artikel tersebut: “Today’s fashion says that are women are sex objects and can ignore God’s purpose for clothing. The goal of many women today is not dressing to be Godly and covering up nakedness, but rather to be sexy. Sex crimes have increased in numbers and women’s dress habits have contributed to this problem. Some women are good at trying to use their physical beauty, their charms, their bodies to “win” with the men in their world. Todays fashions are unbelieving designers without the true Spirit of Christ.”

Jika Ibu penganut Kristen yang taat, sungguh kami sangat tidak memahami, nilai-nilai yang mana yang Ibu gunakan sebagai standar dalam pembenaran kontes eksploitasi tubuh perempuan semacam kontes Miss World? Apakah benar berbagai kritik yang disampaikan selama ini, bahwa kontes Miss World adalah sebenarnya adalah usaha mengeruk keuntungan dengan mengeksploitasi tubuh dan naluri perempuan? Kami berharap, Ibu bersikap jujur sesuai Hati Nurani yang tulus.

Penulis artikel tersebut mengingatkan kepada kaum Kristen, termasuk suami-suami yang justru merestui istrinya untuk pamer kemolekan tubuhnya:

“It sickens me to hear of “Christian” men who actually encourage their wives to dress in a revealing way in public. By so doing, they not only encourage their wife to sin; they also encourage sin in the lives of any that would look with lust upon her. The man who encourages his wife to dress immodestly has no business condemning her if she commits adultery against him. The Bible speaks of “the attire of a harlot” (Prov. 7:10). If a man is going to encourage his wife to dress like a harlot, he has no business blaming her for acting like one.

Shorts, mini Skirts attract unnecessary attention, by wearing provocative clothing increase the temptation and chances for an accidental look. Modesty in dress reveals a modesty and godliness of the heart, attitudes that should be the desire of all women who live to please and honor God.

Glorify God with your body. Do not allow your body to be on display for the whole world to gaze upon. If you do, you are not glorifying God. You may be glorifying yourself, and you will be leading others into sin.”

Jadi, diimbau agar kaum perempuan Kristen memuliakan tubuhnya, dengan tidak menjadikan tubuhnya sebagai tontonan global. Sungguh ini sebuah imbauan yang simpatik, yang semoga Ibu Liliana – sebagai penganut Kristen – bersedia menggunakan Hati Nurani untuk memahaminya.

****

Ibu Liliana yth…

Kami orang Muslim Indonesia sudah lama memahami, bahwa sejak zaman penjajahan, kami senantiasa menjadi target pendangkalan aqidah Islam dan moral Islami. Sebab, oleh penjajah, Islam dipandang sebagai penghalang bagi keberlangsungan penjajahan. Sejak dulu, kaum penjajah bersama misionaris Kristen bekerjasama untuk melemahkan Islam dan mengadudomba sesama muslim. Mengutip pengakuan Alb C. Kruyt (tokoh Nederlands bijbelgenootschap) dan OJH Graaf van Limburg Stirum, Dr. Aqib Suminto dalam disertasinya di Leiden University mencatat:

“Bagaimanapun juga Islam harus dihadapi, karena semua yang menguntungkan Islam di Kepulauan ini akan merugikan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Dalam hal ini diakui bahwa kristenisasi merupakan faktor penting dalam proses penjajahan dan zending Kristen merupakan rekan sepersekutuan bagi pemerintah kolonial, sehingga pemerintah akan membantu menghadapi setiap rintangan yang menghambat perluasan zending.” (Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, LP3ES, Jakarta, 1985, hal. 26).

Dalam buku “Panggilan Kita di Indonesia Dewasa Ini” (1964), tokoh Kristen Indonesia, Dr. W.B. Sidjabat, menulis bab khusus tentang tantangan Islam bagi misi Kristen di Indonesia.

”Saudara2, kenjataan2 jang saja telah paparkan ini telah menundjukkan adanya suatu tantangan jang hebat sekali untuk ummat Kristen… Dalam hubungan ini saja hendak menundjukkan kepada ummat Kristen bahwa sekarang ini djumlah jang menunggu2 Indjil Kristus Jesus djauh lebih banyak daripada djumlah jang dihadapi oleh Rasul2 pada abad pertama tarich Masehi…Pekabaran Indjil di Indonesia, kalau demikian, masih akan terus menghadapi “challenge” Islam dinegara gugusan ini… Seluruhnya ini menundjukkan bahwa pertemuan Indjil dengan Islam dalam bidang-tjakup jang lebih luas sudah “dimulai”. Saja bilang “dimulai”, bukan dengan melupakan Pekabaran Indjil kepada ummat Islam sedjak abad jang ketudjuh, melainkan karena kalau kita perhatikan dengan seksama maka “konfrontasi” Indjil dan Agama2 didunia ini dalam bidang-tjakup jang seluas2nya, dan dalam hal ini dengan Islam, barulah “dimulai” dewasa ini setjara mendalam. Dan bagi orang2 jang berkejakinan atas kuasa Allah Bapa, jesus Kristus dan Roch Kudus, setiap konfrontasi seperti ini akan selalu dipandangnja sebagai undangan untuk turut mengerahkan djiwa dan raga memenuhi tugas demi kemuliaan Allah.” (W.B. Sidjabat, Panggilan Kita di Indonesia Dewasa Ini, (Badan Penerbit Kristen, 1964), hal. 133-135).

Pada tahun 2010, dalam rangka memperingati 150 tahun Huria Kristen Batak Prostestan, Sekolah Tinggi Teologia Jakarta, bekerjasama dengan Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, Ecole francaise d,Extreme-Orient, dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia menerbitkan sebuah buku berjudul Utusan Damai di Kemelut Perang, Peran Zending dalam Perang Toba: Berdasarkan Laporan L.I. Nommensen dan Penginjil RMG Lain, karya Prof. Dr. Uli Kozok, seorang profesor kelahiran Jerman. Dalam bukunya, Prof Uli Kozok juga menyebutkan persekutuan Ludwig Ingwer (L.I.) Nommensen, tokoh misionaris Jerman di Tanah Batak, dengan pasukan Belanda untuk melawan gerakan perlawanan para pahlawan Batak yang dipimpin Sisingamangaraja XII.

”Pemerintah Belanda akhirnya mengabulkan permintaan Nommensen, sehingga terbentuk koalisi Injil dan pedang yang sangat sukses karena kedua belah pihak memiliki musuh yang sama: Sisingamangaraja XII yang oleh zending dicap sebagai “musuh bebuyutan pemerintah Belanda dan zending Kristen.” Bersama-sama mereka berangkat untuk mematahkan perjuangan Sisingamangaraja. Pihak pemerintah dibekali dengan persenjataan, organisasi, dan ilmu pengetahuan peperangan modern, sementara pihak zending dibekali dengan pengetahuan adat istiadat dan bahasa. Kedua belah pihak, zending Batak dan pemerintah kolonial, saling membutuhkan dan saling melengkapi, dan tujuan mereka pun pada hakikatnya sama: memastikan bahwa orang Batak “terbuka pada pengaruh Eropa dan tunduk pada kekuasaan Eropa. (BRMG 1882:202)” (hal. 92).

Juga dikatakan: ”Oleh sebab itu, “dapat dimengerti bahwa penginjil kita sangat menghendaki agar pemerintah Belanda menduduki Samosir.” Lagipula, konferensi penginjil tahun 1897 telah memutuskan bahwa “penginjilan dapat dilakukan dengan lebih tenang dan dengan lebih banyak sukses di bawah perlindungan pemerintah Eropa.” (hal. 103).

Bukti-bukti sejarah lainnya – seperti teori ‘asosiasi’ dari orientalis penjajah Kristen Snouck Hurgronje — sangat mendukung persekutuan antara “Pembaratan” dan “Pengkristenan” Indonesia. Karena itu, sangat wajar, jika kami kaum Muslim melihat usaha-usaha penyebaran paham dan praktik liberalism Barat, seperti penyelenggaraan Kontes Miss World di Indonesia adalah bagian dari usaha untuk melemahkan keimanan umat Islam, merusak akhlak masyarakat Muslim. Dengan cara itulah, umat Islam semakin dijauhkan dari agamanya, sehingga kemudian mudah untuk secara perlahan-lahan dijauhkan dan dilepaskan dari ikatan agamanya.

Tentu saja cara-cara misionaris semacam ini sangat tidak etis, sebagaimana penggunaan bantuan sosial untuk tujuan-tujuan misi Kristen. Kami berharap, bahwa Ibu Liliana dengan program Miss World-nya tidak sedang menjalankan politik Kristenisasi semacam ini, dengan tujuan untuk melemahkan dan mengadu domba sesame Muslim. Sebab, dengan kekuatan dana, jaringan informasi, dan dukungan opini internasional, Ibu Liliana dapat melakukan “apa saja” yang Ibu inginkan. Kami sadar, suara-suara seperti kami ini, meskipun sarat dengan rasionalitas, akan dilecehkan dan dianggap sok moralis dan mengada-ada. Kami sadar itu. Tapi, ajakan dan imbauan ini kami sampaikan, semata-mata untuk menjalankan kewajiban kami, yang juga bertujuan untuk kebaikan negeri kita.

Karena itulah, kami berharap, demi kebaikan kita bersama sebagai sattu bangsa, Ibu Liliana benar-benar menggunakan Hati Nurani, untuk tidak meneruskan rencana penyelenggaraan Miss World di Indonesia.

****

Ibu Liliana Yth….

Dengan berbagai penjelasan tersebut, kami segenap jajaran Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) dengan tulus mengajak Ibu untuk memikirkan kembali rencana penyelenggaraan kontes Miss World di Indonesia. Jika Ibu menginginkan kebaikan bagi bangsa Indonesia dan khususnya kaum perempuan Indonesia lebih baik Ibu menyelenggarakan acara-acara yang bermanfaat dan tidak menimbulkan kontroversi, apalagi sampai menimbulkan hiruk-pikuk dan memecah belah bangsa Indonesia. Manfaat yang akan didapat oleh bangsa ini belum jelas, tetapi mudharatnya sudah pasti akan terjadi.

Misalnya, Ibu dapat menyelenggarakan pemilihan intelektual perempuan teladan, mahasiswi atau pelajar berprestasi, ibu rumah tangga teladan, dan sebagainya yang lebih menekankan kepada aspek prestasi kehidupan; bukan pada pagelaran yang lebih mengeksploitasi kemolekan tubuh perempuan.

Dengan kekuasaan yang Ibu Liliana miliki sekarang, baik berupa kekuatan materi maupun kekuatan jaringan opini, kami berharap Ibu tidak menampilkan sikap yang semena-mena untuk menjalankan semua keinginan yang Ibu mau. Kita semua warga bangsa Indonesia menginginkan kebaikan bagi negeri kita. Alangkah baiknya jika kita menjaga keharmonisan dan kemartabatan bangsa kita, yang bagaimana pun saat ini dikenal sebagai bangsa dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.

Akhirul kalam, kami benar-benar mengajak Ibu Liliana untuk menggunakan hati nurani dan secara sukarela bersedia membatalkan kontes Miss World 2013 yang akan Ibu selenggarakan di sejumlah lokasi di Indonesia. Kami sadar benar, ini keputusan yang berat bagi Ibu dan segenap kolega Ibu. Tapi, demi kebaikan bersama sebagai satu bangsa, pengorbanan Ibu untuk membatalkan acara Miss World 2013 di Indonesia, akan memberikan suatu sumbangan yang luar biasa bagi terciptanya keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Demikian surat kami. Penjelasan dan saran ini semata-mata kami sampaikan terkait dengan kewajiban kami sebagai orang Muslim, sebagai warga bangsa Indonesia, yang diberikan anugerah oleh Allah SWT dengan sedikit ilmu. Dengan menyampaikan surat ini, berarti sebagian kewajiban kami untuk melaksanakan al-amru bil-ma’ruf wal-nahyu ‘anil munkar, dalam agama kami, sudah kami tunaikan. Dan sesuai dengan amanah Nabi terakhir, yakni Nabi Muhammad SAW, kami juga akan terus berusaha menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran, semampu kami, sesuai dengan ajaran Islam yang cinta kebenaran dan kedamaian.

Terimakasih atas kesediaan menelaah surat kami. Besar harapan kami, Ibu Liliana bersedia memenuhi ajakan kami.

Salam,



Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.Phil, M.A Bachtiar Nasir

Ketua Majelis Pimpinan Sekjen MIUMI

(samirmusa/arrahmah.com)

- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/09/06/surat-miumi-liliana-harry-tanoesoedibjo.html#sthash.HCpcNui7.dpuf

Tidak ada komentar: